Teruntuk Dua Tahun Perjuangan

Sebagai awal dari kata-kataku, kuucapkan selamat untuk dua tahun bersama El-Classix. Selamat telah berjuang bersama, saling menerima segala keluh kesah. Aku tahu semua yang kita alami adalah hal yang tidak mudah untuk dihadapi bagi siswa seumuran kita. Di sini ingin aku ceritakan segala bentuk pernyataan yang dulunya aku sembunyikan dari kalian.
Aku masuk ke Sampoerna Academy bukan tanpa alasan. Berbagai macam pertimbangan didiskusikan sedemikian rupa. Bukan apa-apa, faktanya aku telah menempuh satu tahun SMA Negeri di daerah asalku. Aku sudah menemukan kenyamanan di sana. Menemukan banyak sekali teman, kehidupan kos yang kukira sudah sangat hebat sebagai pencapaianku di umur yang belum menginjak 17 tahun. Hingga pada akhirnya aku harus pindah dan mengulang kelas satu SMA ku di Sampoerna. Aku harus rela berpisah dengan teman-teman yang membuatku nyaman dan kuat berada di sana.
Setelah aku melihat profil tentang Sampoerna, harapanku sudah melambung tinggi. Sekolah asrama pastilah menyenangkan. Tibalah saatnya aku harus meninggalkan kampung halaman dan merantau di mana orang-orang menyebutnya sebagai Kota Hujan. Aku sangat antusias untuk bertemu dengan manusia-manusia baru. 

Hari inagurasi saat itu sangatlah mengharukan. Hari di mana kami dilantik dan disahkan menjadi siswa asrama. Hari di mana kami berikrar untuk saling menguatkan dan memberi arti dari segala keluh kesah, saling membantu dan melengkapi. Hari di mana kami bangga mengenakan seragam kebanggan sambil menyanyikan lagu bersejarah berjudul "Spread Our Wings" di mana itu adalah school anthem of Sampoerna. Hari itu tanggal 30 Agustus 2016, banyak sekali air mata haru yang menghujani Gedung BSK. Air mata kebanggan dari para orang tua yang tak melihat dan berjumpa anaknya selama satu bulan, lalu diberi kesempatan untuk menyaksikan anaknya berdiri di panggung kehormatan sambil menggenggam tangan manusia di samping kiri kanannya yang akan menjadi teman hidupnya selama tiga tahun mendatang. Di sana aku baru benar-benar merasakan haru bercampur sedih saat memberikan setangkai mawar putih kepada ayahku. Sosok yang duduk di tengah-tengah orang tua yang hebat lainnya. Kulihat ia bercahaya, matanya berbinar memandangku bangga. Melihat anaknya bisa berdiri di panggung itu. Kulihat lagi, ayahku semakin menua, hatiku semakin sesak, nalarku mulai berpikir keras, bagaimana jadinya jika aku harus berpisah dengan ayah mama dan manusia-manusia lainnya selama enam bulan? Satu bulan jauh saja rasanya sudah teramat menyiksa. Bagaimana jadinya bila aku kehilangan mereka saat aku tak bisa melihatnya? Bagaimana jadinya dan banyak lagi bagaimana yang lainnya. Kupeluk ia sambil kuucapkan maaf atas segala keegoisan diriku, atas kesombongan diriku, atas ketidakpatuhanku. Kurangkul ia yang masih gagah itu, kapan lagi aku melakukan hal sedemikian manisnya? Kapan lagi? Aku menangis melihatnya menangis. Entah tangisan apa yang jatuh di pipinya itu. Aku sungguh merindukan kenangan itu lagi. Hari itu menjadi hari yang paling bersejarah dalam hidupku.

Hari demi hari kulalui. Aku sangat antusias menyambut hari baruku. Ternyata sekolah telah mempersiapkan berbagai macam program untuk siswanya. Kami dipersiapkan untuk mengikuti tes yang berubah silih berganti. Mentalku mulai naik turun, semangatku memudar, seperti tujuan sekolahku di sini terombang-ambing. Aku takut untuk menceritakan itu kepada kedua orang tuaku. Aku menyimpannya rapat-rapat. Terkadang aku sempat berpikir untuk menyesal meninggalkan sekolahku sebelumnya. Namun aku harus berusaha dan berupaya untuk tetap kuat. Hingga satu tahun terlalui, kami pindah ke ibu kota. Berbagai macam perjuangan dari tes mulai kurasakan bersama teman-teman. Ketika dihadapkan kegagalan kami awalnya shok dan berusaha keras untuk menerima. Diulang berkali-kali tes bernama Accuplacer itu agar kami bisa masuk course dan mulai kuliah online, namun berkali-kali juga kami gagal menaklukannya. Kepercayaan diriku dan semangatku mulai hilang perlahan, hingga ada pada satu titik aku menumpahkan air mata yang dari lama kusembunyikan sebagai bentuk kekuatan dan memberi ketenangan kepada teman-teman yang lain. Aku menghubungi ayah mamaku, ketika nada panggilan itu berganti suara wanita itu, jiwaku benar-benar melemah, aku runtuh, air mata yang awalnya bisa kutahan seketika itu juga mendesak keluar dengan sendirinya. Aku terisak, hingga tak mampu berkata-kata. Kupaksakan diriku untuk meminta maaf yang kesekian kali atas kegagalan diriku. Namun apa kata ayahku? "Ayah loh baik-baik saja dan ga marah sama kamu, Kak. Ga ada yang salah atas kegagalanmu itu. Allah tengah mempersiapkan yang terbaik untukmu. Ayah malah sedih melihat kamu seperti ini. Menangis dan menyesali atas kegagalanmu. Kamu ga boleh lemah, Kak. Allah itu tahu yang terbaik buat kamu, kamu ga boleh mengeluh, ga boleh protes sama Allah."
Di titik itu aku bangkit, aku sadar. Ayahku benar, aku harus berjuang dan berdoa lebih keras lagi. Hingga pada akhirnya aku mendapatkan kelulusan tes itu.

Perjalanan kita masih panjang, Kawan. Kuucapkan beribu terima kasih karena telah menemani untuk setiap perjuangan, kegagalan, dan segala keluh kesah. Terima kasih untuk segala cerita dan juga tawa bahagianya. Aku bangga memiliki kalian. Hal yang mungkin tak akan pernah aku dapatkan jika aku masih bertahan di kampung halaman, di sini kami bertahan dalam berbagai macam ketidakpastian, kokoh berdiri sementara hati diombang-ambingkan, tak pernah lelah untuk bangkit dan bangkit lagi dari berbagai macam dan berkali-kali kegagalan. Terima kasih untuk dua tahun dan tahun-tahun kebersamaan selanjutnya. Tetap menjadi kompak dan saling menguatkan. Menjadi dewasa sebelum waktunya. Aku bersyukur bahwa Tuhan telah memberikan kesempatan padaku untuk belajar arti kehidupan yang sebenarnya. Allah memberikanku kesiapan untuk bisa terjun nantinya dalam kehidupan yang sebenarnya.

Kini, aku tidak lagi menyesal. Aku sangat bersyukur berada di sini. Pelajaran kehidupan kudapatkan lebih di sini. Sangat tidak menyesal meski harus mengulang satu tahun masa SMA ku. Kuucapkan terima kasih dan sedalam-dalamnya rasa syukur kepada Allah Sang Maha Pemberi Kenikmatan.

Terima kasih juga kepada Teachers yang kami tahu perjuangannya lebih berat dari kami, yang hatinya lebih luas dari samudera, sabar membimbing dan mencetak integritas setinggi-tingginya. Terima kasih untuk Mr. Rey, yang tidak pernah lelah untuk selalu memperlihatkan kepada kami sisi positif dari segala macam pemikiran, I adore you so much, Sir.

Dan terkhusus kepada orang tua kami, terima kasih sebanyak-banyaknya atas kepercayaan yang telah diberikan, atas segala bentuk dukungan materi dan moril, atas segala doa yang tak lelah dirapalkan setiap malamnya untuk putera puterimu. Terima kasih atas kesabaran menunggu kami pulang. Maafkan kami jika sering susah untuk dihubungi, jika jawaban kami tidak mengenakkan hati saat ditanya sedang apa, padahal kalian sangat merindukan kami. Maafkan kami sering menyusahkan kalian. Maafkan kami yang mungkin sangat dirindukan kehadirannya di rumah. Kami, aku, sangat mencintai kalian, malaikat baik yang ada di rumah.


Sekali lagi,
Happy Second Anniversary El-Classix



aksarasaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warna

Setiap Itu Adalah Kamu

Tanpa Suara