Teruntuk Hatiku

Selamat pagi, Hatiku.

Ya, teruntuk kamu yang melewati malam harinya untuk bersuara menjadi hatiku. Kau tahu betul bagaimana rasa itu menyeruak dalam kalbuku. Jauh dari kata nyaman dan aman. Kau tahu bagaimana rasa itu menusuk perlahan di setiap malam hariku.

Aku yang selalu berikrar menjadi taman hati bagi mereka yang sedang tertatih selalu mengira bahwa jika tiba saatnya hatiku yang patah, maka tak ada lagi yang mampu menjelma menjadi taman itu. Namun prasangkaku salah. Kau menjelma. Menyampaikan jeritan di setiap malam hariku yang tak sempat kututurkan dalam batas-batas sajakku. Bukan tak berani atau tak enak hati. Hanya saja aksaraku tak lagi mampu menggambarkannya dengan nyata dan jelas. Rasa ini hanya mampu dirasa. Sebuah harapan yang perlahan tanggal di setiap harinya, namun tetap dipaksa tinggal di setiap saatnya. Bagaimana bisa aku menggambarkan perasaan seperti itu? Rasa itu kupendam, semakin nyaring saat tak ada lagi yang peduli. Sekalinya peduli menuduhku berlebihan. Hei, kau tak tahu rasa ini.

Hatiku, terima kasih telah menguatkanku.
Hatiku, terima kasih telah mengerti aku.
Hatiku, tetaplah menjadi hatiku;
yang kuat, yang tabah, yang tetap tinggal meski dipaksa tanggal.

Dan teruntuk hati yang lain, selamat. Kau telah abadi dalam bait-bait aksara rasaku.
Selamat, kau telah abadi bersama bunga-bunga di dalam taman hatiku;
yang perlahan gugur satu demi satu, namun masih saja mengharumi di setiap sudut ruang hatiku.

mayaprimera

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warna

Setiap Itu Adalah Kamu

Tanpa Suara