Untitled

Aku hanya mampu menulis dan menulis. Berbicara pada siapa lagi? Nadaku telah sumbang. Kelelahan merapal doa tentangmu. Yang pernah kutitipi mimpi dari hati. Yang pernah kumaknai sebagai rasa yang tak pernah mati. Diam-diam kucoba merangkai melodi, lagi. Tentang kamu yang sempat hadir menjelma sebagai taman hati. Tentang kamu yang sempat memberi dan tak ragu untuk selalu hadir kembali. Maafkanlah diriku. Mencampakkanmu dengan jarak yang selalu berakhir rindu. Menyiksamu dengan beribu pengabaianku padamu. Diam-diam aku meraih lagu. Yang pernah kunyanyikan untukmu kala itu. Pikiranku hanyut bersama lirik tabuh itu. Seperti merasa sama. Seperti merasa utuh. Dilengkapi oleh kenangan yang masih jelas untuk dirindu. Kini kau perlahan berpindah. Entah karena ia lebih indah atau hanya sekedar singgah. Sedang aku? Menyapamu saja aku tak mudah. Apalagi berkata, "Aku merindukanmu, Sayang". Jangan dihina hatiku. Kurasa ia begitu tulus menunggu. Bahkan untuk merintih saja tak mampu. Apalagi merutuk pilu tentang dia yang mulai menggenggam jemarimu. Kuharap hatiku bahagia. Melihatmu tak lagi merasa sepi dan gundah. Maafkanlah diriku. Lagu itu sepertinya hanya mampu untuk kudengarkan seorang diri.

(Jombang, Hari setelah kudengar cerita-cerita tentang kamu dan dia)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warna

Setiap Itu Adalah Kamu

Tanpa Suara