Ternyata Kosong
Ketika raga sudah berada pada ujung pengharapan, dan nalar mulai merayu untuk pergi meninggalkan Di saat itu, baru bisa kupelukkan keningku pada Sang Pencipta kenikmatan Berharap semua itu akan baik-baik saja. Kiranya aku ragu Kiranya aku risau Embun mungkin tak mau lagi menjemput pagi Dan angin tak sudi menyapaku lagi Namun Ia ada, pada setiap hembusan yang seringkali kunistakan Sungguh, sangat kurindukan getaran saat nama itu terdengar Namun hampa! Kosong! Peluh bening itu meronta untuk terjun saja Begitu hina! Tuhan, aku hina! -rawr