Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Kemenangan

Kepulanganku kali ini ternyata tidak sendu. Hanya saja sedikit menyisakan haru. Pada apa-apa yang dirindu akhirnya melangkah di jalan baru. Semuanya. Hidupku semakin maju. Ayo, jangan biarkan diri kita tetap di sini. Hanya karena titipan yang sempat terhenti, lalu langkah tak lagi berarti. Ayo kita mencari lagi. Jalan untuk kembali, jalan untuk meraih. Apa-apa yang sudah disiapkan Sang Pemilih. Kemenangan tidak selamanya dengan mendapat apa yang kita minta. Kemenangan adalah merasakan bahagia dan syukur yang tiada terkira atas pemberian Sang Pemurah. Kemenangan adalah menciptakan senyum di wajah orang lain. Kemenangan adalah melukiskan kisah terbaik di hati orang lain. Mampukah? Kuyakin kita pasti mampu. Mari berbahagia. Mari menuju kemenangan. Maaf atas segala khilaf yang sempat terlintas. Semoga selalu menjadi pribadi baru yang melangkah di jalan keikhlasan. Selamat meraih kemenangan. (Jombang, 2018)

Keputusan Terindah

Telah kuputuskan malam ini, untuk hatiku berhenti menggali. Rasa yang sempat hadir, rasa yang masih tersaji, dan belum sempat berakhir. Bukan maksudku mengakhirinya. Bukan maksudku menjadikan sajak ini sebagai rumah terakhirmu. Namun, aku harus memutuskan. Untuk sejenak berhenti beraksara tentangmu. Ada wanita lain yang akan lebih dariku. Mungkin kamu berpindah lebih cepat dariku. Namun tak bisa dipungkiri, waktu dan ruang akan terus berjalan tanpa kita tahu maksudnya. Kita ikut di dalamnya. Dan kau, sedang dalam alurnya. Berpindah bukan berarti kau meninggalkan. Aku tahu kau tahu bahwa namamu akan tetap selalu ada dalam sajakku. Tapi kali ini, kau akan sukar menerkanya. Aku akan menyimpan semuanya. Menjadikannya sebagai kisah yang akan selalu indah untuk dikenang. Mari melangkah, beranjak, dan berproses. Terima kasih sudah mengajarkan berbagai hal dalam hidupku. Salam untuk dirinya, sampaikan terima kasih dan maaf juga dariku. Mari melangkah lagi, mari bertemu lagi. Jombang, 2018 Se...

Sebuah Pesan

Aku melihat begitu besarnya harapan yang terpahat nyata di sudut aksaramu. Tidak ada yang berbeda antara aku dan kamu. Sama-sama berharap. Mungkin hanya ada di waktu. Dulu aku yang berani mengucap harapan. Sedang sekarang, adalah dirimu. Begitu istimewanya dia. Hingga harapan menyapanya bertubi, dari aku lalu kamu. Kau beruntung. Bisa bercerita banyak padanya;sekarang. Karena dulu, akulah yang paling semangat mengukir alur hidupku bersamanya. Karena dulu, akulah orang yang selalu mengganggu malamnya hanya untuk menceritakan kejadian sore hari. Ah, aku jadi rindu. Bersyukurlah, ia pendengar yang baik. Aku bahkan rindu memaki kisah padanya. Kau tak perlu khawatir. Aku tidak akan mendendam. Berbahagialah. Mungkin masaku telah habis bersamanya. Kini saatnya dirimu. Bahagiakan dia. Sebuah kalimat klise, aku bahagia jika dia bahagia. (Jombang, 2018)

Untitled

Aku hanya mampu menulis dan menulis. Berbicara pada siapa lagi? Nadaku telah sumbang. Kelelahan merapal doa tentangmu. Yang pernah kutitipi mimpi dari hati. Yang pernah kumaknai sebagai rasa yang tak pernah mati. Diam-diam kucoba merangkai melodi, lagi. Tentang kamu yang sempat hadir menjelma sebagai taman hati. Tentang kamu yang sempat memberi dan tak ragu untuk selalu hadir kembali. Maafkanlah diriku. Mencampakkanmu dengan jarak yang selalu berakhir rindu. Menyiksamu dengan beribu pengabaianku padamu. Diam-diam aku meraih lagu. Yang pernah kunyanyikan untukmu kala itu. Pikiranku hanyut bersama lirik tabuh itu. Seperti merasa sama. Seperti merasa utuh. Dilengkapi oleh kenangan yang masih jelas untuk dirindu. Kini kau perlahan berpindah. Entah karena ia lebih indah atau hanya sekedar singgah. Sedang aku? Menyapamu saja aku tak mudah. Apalagi berkata, "Aku merindukanmu, Sayang". Jangan dihina hatiku. Kurasa ia begitu tulus menunggu. Bahkan untuk merintih saja tak mampu. Apalag...

Tentang Siapa

Sebuah tulisan yang entah akan kutujukan pada siapa Malam ini, kutemukan beberapa kalimat ratapan tentang dirimu. Ada sosok yang menunggu, merindu, untukmu. Kau mungkin tahu. Atau pura-pura tak tahu? Dia tengah teriris. Pada beberapa kata maaf. Pada kehadirannya. Padamu. Padaku. Oh, ayolah. Apa aku yang sedang mengiris hatinya? Sosok yang tulus meradang untukmu. Sosok yang rela menanti untukmu. Sedang aku? Apalah aku. Hanya berkedok rindu dan pilu. Pada jarak yang seringkali berujung sendu. Namun apalah semua itu, jika pada akhirnya aku masih akan terus memendam namamu dalam bait-bait sajakku. Sesungguhnya. Dua hati manusia ini sedang ingin berlabuh padamu. Namun, masih meragu. Ah, apa itu aku yang meragu? Sedang ia begitu yakin. Benarkah diriku yang meragu? Bukankah saat itu aku begitu yakin? Oh, mungkin karena takdir Tuhan yang tak pernah bisa kutebak. Diriku memang ingin berlabuh padamu. Namun saat ini. Diriku hanya mampu meminta pada Yang Melabuhkan Hati Manusia. Telah aku ikhlask...

Pernah Datang

Lagi-lagi ini masih tentangmu. Seperti tidak punya inspirasi lain untuk kutuliskan. Malam ini. Masih teringat tentang dirimu. Tentang dirimu yang pernah kusebut rumah. Apa aku pernah bercerita padamu? Jika kamu pernah kusebut sebagai rumah. Singgah. Tempat pulangku setelah kulabuhkan munajatku padaNya. Kau pernah ada. Dalam bulir-bulir doa di sepertiga malamku. Sebagai hal yang sangat aku syukuri. Sebagai hal yang sangat berarti. Sebagai hal yang tak pernah bisa kupungkiri. Kau ada. Menguatkanku. Sering lelah menghampiri. Mengeluh tiada henti akan hiruk pikuk dunia. Namun kau menenangkan. Membuka pikiran. Menjelaskan. Dunia indah jika dinikmati. Kau datang. Mengingatkan. Dari menghujat menjadi bermunajat. Kau datang. Melengkapi. Segala kekosongan diri. Kau datang. Menghargai. Sebagai sosok yang tak pernah melukai. Hingga akhirnya kau datang. Mengingatkan. Dari dosa-dosa yang selama ini menjelma menjadi kata cinta. Kau datang mengingatkan. Seharusnya tidak begini. Aku bahagia. Kau pern...