Postingan

Warna

Pada kicau burung menyapa pagi, aku kembali Menerka lagi sedalam apa luka yang sempat terbingkai Tertegun bahwa hatiku sempat mati pada andai Yang pantasnya beradu sorai saat ramai Di situlah aku, menjalin harap dalam senyap Berharap luka ini tak selamanya menetap Seperti cerita yang sudah di ujung kalimat Bukan lagi saatnya mengeja siapa yang salah dalam berharap Sudah bukan lagi saatnya beradu kisah siapa yang paling terluka Maka sudah saatnya kembali melangkah Bersiap untuk mendaki terjal dalam suka dan duka Berbekal diri yang sembuh dan utuh secara logika Mulai menerima yang sempat tak seirama Mengemas yang sempat menjadi cemas Merajut langkah sambil bersujud Berlutut dalam doa-doa yang bertaut DidengarNya doa yang menjadi jerit panjang di tengah malam Hatinya ikhlas dan jiwanya tak lagi kelam Lalu datanglah sang tuan mengucap salam Menawarkan petualangan yang kemudian disulam Dikatakannya pada sang Tuan, Tenanglah, Hatiku sudah siap memulai kisah ini Mari merajut kehidupan dengan ...

Tanpa Suara

Di kejauhan kuamati langkah kakimu menjauhiku Kutatap punggung gagahmu tanpa satupun suara rindu Ia disekap Tak kubolehkan satu orang pun tahu Aku mendalami mata indahmu Mata yang dengannya kau memandang luas duniamu Aku curang, ikut masuk ke sana tanpa kau tahu Duniaku berubah seketika kau tertawa merdu Menjadi penyulut kebahagiaanmu di hari itu -aksarasaku

Sajak Hujan

Mewangi tetes air bumi membasahi tanahnya Tempatnya pulang setelah bertahan dalam kabut kelabu Mengalun gemericik air langit menyentuh pelataranku Mengumandangkan senandung yang lama tak terdengar olehku Akan aku rapalkan bait demi bait sajak hujan teruntuk dirimu setiap kau mau Agar semakin tenang nafasmu menerjang badai yang tak kunjung usai menghantam kemalut pikiran jiwamu Duduk dulu, bernafaslah sejenak Tanda kebesaran Tuhan sedang menyapamu di balik kaca angkasa aksarasaku

Terima Kasih ke-Sekian

Lihat ini, kutuliskan sebuah penghargaan untukmu di sela-sela waktuku menyelesaikan tugas dunia Kusampaikan padamu dengan begitu tulus rasa terima kasih Terima kasih atas segala caramu mengajariku berjuang dan merelakan kepergian Caramu meninggalkan dan caramu menyisakan harapan yang belum sempat tersampaikan Segalanya mampu membuatku tetap berdiri kokoh di sini Mampu membuatku mengulurkan tangan untuk hati-hati yang juga sama patahnya Mampu membuatku menarik dan memeluk jiwa-jiwa yang sama remuknya Caramu meminta maaf mengajarkanku untuk mampu menguatkan mereka agar membuka hati seluas-luasnya dan membiarkan segala luka hati itu mengering dengan sendirinya Tidak ditutup atau bahkan dicengkeram lebih erat Caramu berbahagia setelah tanpa aku pun juga mengajarkanku untuk selalu hidup dan menyadari bahwa segala yang Tuhan titipkan lewat dirimu begitu memesona Segala tentang kepergianmu menyadarkanku bahwa rasa ingin menjaga seseorang tidak selamanya harus memiliki dan bersanding...

Bukan, Bukan Begitu

Aku pernah begitu menggebu bermimpi mendatangi tempat yang konon katanya sangat mudah menggoreskan sejarah itu Bermimpi untuk mendatanginya bersama orang yang benar-benar aku inginkan Saat Tuhan mengabulkannya, aku benar-benar merasa sejarah itu seperti sangat dekat denganku Terasa begitu nyata di depan mata Aku seketika mematung, memandangi barang-barang bersejarah di hadapanku Disimpan dan diabadikan sebagai sesuatu yang bersejarah, mutlak untuk dikenang Apakah kisah tentang dirimu akan berakhir seperti barang-barang itu? Disimpan dan dibungkus rapih untuk menjadi salah satu tonggak keikhlasan dalam sejarahku Mutlak untuk dihormati Sebagai sosok yang berjasa dalam proses pendewasaanku Kau masih terlalu baik untuk disebut sebagai pematah angan-angan Meski banyak manusia yang pada akhirnya menepuk pundakku seraya menenangkanku dengan segala bentuk kesalahan yang kau perbuat Tidak, tidak begitu Aku masih percaya, kau bukanlah yang meretakkan hatiku Akulah pe...

Melirih, Pudar, dan Tak Tergapai Lagi

Mungkin saja langkahku semakin lirih, tak terdengar lagi olehmu Yang tertinggal hanyalah jejak-jejak yang dulu pernah menemanimu menapak di setiap sudut bumi Mungkin saja tawaku semakin sunyi, tak menghiasi lagi angan-angan yang dulu pernah kau ciptakan saat senja menyapamu di sore hari Mungkin ada banyak hal yang tiba-tiba pudar, semakin lama semakin tak tergapai lagi olehmu Bukan apa-apa, Alam sedang menuruti apa kata Sang Penciptanya Diperintahkannya mengeraskan debur ombak, menghidupkan pelangi menjelang senja, menggelegarkan petir di kala hujan, dan juga meniupkan angin-angin kesejukan di setiap kepasrahan diri Hanya agar rekam suara dan bayanganku tak lagi menghalangimu untuk kembali melangkah Hanya agar kau bisa benar-benar menikmati alam seperti yang kuceritakan padamu malam itu Aku takkan pernah khawatir, karena alam akan berkonspirasi lagi, nanti pada waktunya. aksarasaku

Aku Sudah Berbahagia

Pada lembar-lembar kosong aku tak tahu lagi akan menulis apa Semenjak kepergianmu sore itu, aku hilang arah untuk  menuliskan segala rasa Bahkan untuk menuliskan segala macam rasa marah dan kecewa yang seharusnya memenuhi isi semesta bernama nurani ini aku tak  mampu Aku mencari, di mana letak sedih dan kecewaku Apa sebegitu mudahnya hilang tak kurasa? Atau mungkin aku yang tak mampu lagi merasa itu untukmu? Sepertinya aku telah benar-benar berhasil perlahan menggantikan segala rasa untukmu itu dengan kedamaian Kedamaian atas bebasnya rasa berharap, kedamaian atas hilangnya janji setia, kedamaian atas hilangnya makna menjaga Semua telah hilang berganti dengan rasa damai di dalam hati Aku telah berdamai dengan hati Tak lagi merasa sakit ketika membaca sajak cintanya untukmu Tak lagi merasa marah ketika mendapatimu bersamanya Aku telah berdamai dengan hati Telah benar-benar merasa damai Selamat berbahagia Aku pun juga sudah berbahagia aksarasaku