Bukan, Bukan Begitu

Aku pernah begitu menggebu bermimpi mendatangi tempat yang konon katanya sangat mudah menggoreskan sejarah itu
Bermimpi untuk mendatanginya bersama orang yang benar-benar aku inginkan
Saat Tuhan mengabulkannya, aku benar-benar merasa sejarah itu seperti sangat dekat denganku
Terasa begitu nyata di depan mata
Aku seketika mematung, memandangi barang-barang bersejarah di hadapanku
Disimpan dan diabadikan sebagai sesuatu yang bersejarah, mutlak untuk dikenang
Apakah kisah tentang dirimu akan berakhir seperti barang-barang itu?
Disimpan dan dibungkus rapih untuk menjadi salah satu tonggak keikhlasan dalam sejarahku
Mutlak untuk dihormati
Sebagai sosok yang berjasa dalam proses pendewasaanku
Kau masih terlalu baik untuk disebut sebagai pematah angan-angan
Meski banyak manusia yang pada akhirnya menepuk pundakku seraya menenangkanku dengan segala bentuk kesalahan yang kau perbuat
Tidak, tidak begitu
Aku masih percaya, kau bukanlah yang meretakkan hatiku
Akulah pelakunya
Untuk kali kesekian, kukatakan
Dengan aku menuliskan berbagai macam rasa yang tertinggal ini
Bukan berarti aku masih terbayang oleh dirimu
Bukan berarti aku masih mengharapkan bersama dengan dirimu
Bukan, bukan begitu
Aku sangat menghargai perasaan ini
Sesuatu yang kuperjuangkan sejak lama
Menetap, tinggal;
Namun akhirnya dipaksa untuk tanggal di setiap harinya
Tidak mudah membiarkan rasa itu pergi dengan sendirinya,
Membiarkan dirimu bertemu dengan kisah bahagia yang lain
Aku menghormati perasaan ini,
yang pada akhirnya bisa kusebut berhasil mengikhlaskan
yang pada akhirnya bisa kusebut berhasil melepaskan
tanpa mendendam kepada siapapun, termasuk diriku sendiri.



aksarasaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warna

Setiap Itu Adalah Kamu

Tanpa Suara